Sabtu, 22 Januari 2022
Contoh Soal Suhu dan Panas Serta Pembahasannya
Suhu dan Panas Contoh Soal dan Pembahasan
Suhu dan Panas : Contoh Soal dan Pembahasan
1. Batang baja sepanjang 10 cm disambungkan dengan sebatang tembaga sepanjang 20 cm. Masing-masing memiliki penampang bujur sangkar, dengan sisi 2 cm. Ujung bebas dari batang baja dijaga tetap pada suhu 100°C dan ujung bebas batang tembaga dijaga tetap pada suhu 0°C. Konduktivitas baja 50,2 W/m.K dan konduktivitas tembaga 385 W/m.K. Tentukan:
a. Suhu sambungan pada kedua batang (20,7°C)
b. Laju aliran panas total (15,9 W)
Jawab :
2. Seorang tukang kayu membangun dinding luar rumah dengan lapisan kayu setebal 3,0 cm di sisi luar, dan lapisan isilator styrofoam setebal 2,2 cm di sisi dalamnya. JIka diketahui k kayu = 0,08oo W/m.K; k styrofoam= 0,010 W/m.K; suhu permukaan dalam sebesar 19,0; dan suhu permukaan luar sebesar -10,0 , hitunglah:
a. Suhu pada bidang batas antara kayu dan styrofoam
b. Laju aliran panas per meter kuadrat yang melewati dinding
Baca Juga : CONTOH SOAL MATA KULIAH KIMIA DASAR 1 JURUSAN KIMIA RUMUS MOLEKUL DAN STOIKIOMETRI
Jawab :
3. Sebuah batang logam sepanjang 30 cm berekspansi sepanjang
0,065 cm saat suhunya dinaikkan dari 0 ºC menjadi 100 ºC. Sebuah batang dengan bahan lain memiliki panjang awal yang sama,
berekspansi sepanjang 0,035 cm pada kenaikan suhu yang sama. Batang lainnya,
juga sepanjang 30 cm, terdiri dari potongan kedua logam tersebut, berekspansi
sepanjang 0,058 cm antara 0 ºC dan 100 ºC. Hitunglah panjang masing-masing logam penyusun batang ketiga.
Jawab :
Sabtu, 15 Januari 2022
Gravimetri
GRAFIMETRI
Tahap
pengukuran dalam suatu analisis dapat dilakukan dengan cara kimia, fisika, atau
biologi. Teknik laboratorium yang digunakan menghasilkan pengelompokan
metode-metode kuantitatif menjadi subdivisi titrimetrik (volumetrik),
gravimetrik, dan instrumental. Analisis titrimetrik melibatkan pengukuran
volume suatu larutan dengan konsentrasi yang diketahui diperlukan untuk
bereaksi dengan analit itu. Dalam metode gravimetrik yang diukur adalah bobot,
contohnya dimana klorida ditetapkan dengan mengendapkan dan menimbang perak
klorida. Istilah instrumental digunakan agak luas aslinya istilah ini merujuk
ke penggunaan suatu instrumen khusus dalam tahap pengukuran.
Baca Juga : Titrasi Permanganometri
Analisis gravimetri merupakan cara analisis tertua dan
paling murah. Gravimetri memerlukan waktu yang relatif lama dan hanya dapat
digunakan untuk kadar komponen yang cukup besar. Gravimetri masih dipergunakan
untuk keperluan analisis, karena waktu pengerjaannya yang tidak perlu
terus-menerus dan setiap tahapan pengerjaan waktu yang cukup lama. Selain itu, ketetapan
analisis gravimetri untuk bahan tunggal dengan kadar lebih dari 1% jarang
menggunakan metode lain. Sebagian besar penetapan-penetapan pada
gravimetri menyangkut pengubahan unsur yang akan ditetapkan menjadi sebuah
senyawa murni dan stabil yang dapat dengan mudah diubah menjadi satu bentuk
yang sesuai dan ditimbang.
Tahap pengukuran dalam gravimetrik adalah penimbangan.
Analitnya secara fisik dipisahkan dari semua komponen lain dari sampel itu
maupun dari pelarutnya. Pengendapan merupakan teknik yang paling meluas
penggunaannya untuk memisahkan analit dari pengganggu-pengganggunya. Elektrolisis,
ekstraksi pelarut, kromatografi, dan pengatsirian (volatilisasi) merupakan
metode penting lainnya untuk pemisahan itu.
Syarat yang harus dipenuhi agar metode gravimetrik
berhasil yaitu:
1. Proses pemisahan
hendaknya cukup sempurna sehingga kuantitas analit yang tak terendapkan secara
analitis dan tak dapat terdeteksi (biasanya 0,1 mg atau kurang dalam menetapkan
penyusunan utama dari suatu makro).
2. Zat yang ditimbang
hendaknya mempunyai susunan yang pasti dan hendaknya murni atau sangat hampir
murni.
Pada metode penguapan, analit direaksikan sehingga
melepaskan gas atau senyawa-senyawa volatil. Massa gas yang dihasilkan ini
kemudian ditimbang secara langsung atau tidak langsung. Pada cara langsung, gas
yang dihasilkan dilewatkan pada suatu adsorben kemudian ditimbang. Massa gas
yang dihasilkan merupakan selisih massa adsorben setelah dilewati gas dan
sebelum dilewati gas. Sedangkan pada cara tidak langsung, analit ditimbang
setelah reaksi selesai. Massa gas yang dihasilkan merupakan selisih antara
massa analit awal dan massa analit setelah reaksi. Gravimetri ini merupakan
teknik analisis definitif yang perhitungannya hanya melibatkan satuan-satuan
dasar SI seperti massa dan mol. Hasil dari suatu analisis dengan metode tertentu
harus dapat divalidasi pada suatu teknik definitif yang biasanya melibatkan
penggunaan suatu bahan referensi standar (SRM, standard reference materials).
Secara umum, langkah utama dalam metode analisis
gravimetri dengan metode pengendapan adalah :
1. Penyiapan
sampel siap ukur
2. Analilsis/pengukuran
3. Perhitungan kadar analit dalam sampel.
Kondisi
yang diperlukan untuk dapat mengendapkan analit menggunakan pereaksi tertentu
adalah :
1. Pengendapan harus
dilakukan dalam larutan encer dengan memperhatikan kelarutan endapan, waktu yang
diperlukan untuk pengendapan dan perlakuan-perlakuan yang harus dilakukan
setelah pengendapan. Hal ini akan meminimalkan kesalahan akibat kopresipitasi.
2. Pereaksi harus
dicampurkan secara perlahan-lahan sambil dilakukan pengadukan terus-menerus agar
dapat memperoleh endapan kristalin yang berukuran besar sehingga mudah
disaring.
3. Endapan kristalin
harus dicerna (digest) dalam penangas
air. Proses ini dapat mengurangi efek kopresipitasi dan menghasilkan endapan
yang lebih mudah disaring.
4. Endapan harus
dicuci dengan larutan elektrolit yang sesuai dan encer.
5. Apabila endapan
yang dihasilkan ternyata masih terkontaminasi akibat kopresipitasi ataupun
sebab lainnya, maka kesalahan dapat dikurangi dengan melarutkannya kembali
menggunakan pelarut yang sesuai. Larutan yang dihasilkan selanjutnya diendapkan
kembali. Dengan cara demikian, jumlah cemaran yang terdapat pada endapan akan
berkurang.
Senin, 10 Januari 2022
Senyewa Kompleks dan Titrasi Kompleksometri
Senyewa Kompleks dan Titrasi Kompleksometri
Pengertian Senyawa Kompleks
Senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk dari ion logam yang berikatan dengan ligan secara kovalen koordinasi. Ikatan kovalen koordinasi adalah ikatan kovalen dimana ligan memberikan sepasang elektronnya kepada ion logam untuk berikatan. Kestabilan senyawa kompleks dipengaruhi oleh faktor ligan dan atom pusat. Faktor yang mempengaruhi kestabilan kompleks berdasarkan pengaruh atom pusat antara lain besar dan muatan dari ion, nilai CFSE dan faktor distribusi muatan. Ligan adalah spesies yang memiliki atom (atom-atom yang dapat menyumbangkan sepasang elektron pada ion logam pusat pada tempat tertentu dalam lengkung koordinasi. Sehingga, ligan merupakan basa lewis dan ion logam adalah asam lewis. Jika ligan hanya dapat menyumbangkan sepasang elektron disebut ligan monoidentat atau anion monoatomik.
Titrasi Kompleksometri
Titrasi kompleksometri melibatkan reaksi pembentukan senyawa/ion kompleks antara titran dan analit. Titrasi kompleksometri semakin berkembang dengan penggunaan ligan-ligan multidentat, salah satunya adalah asam etilendiamintetraasetat yang biasa disingkat EDTA (Ethylendiamintetraacetic acid). EDTA adalah suatu asam amino karboksilat yang merupakan asam lewis. EDTA dapat menyediakan enam pasangan elektron untuk berikatan, yaitu empat pasang dari gugus karboksilat dan dua pasang dari gugus amino. Indikator yang digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah zat warna organik yang dapat membentuk kompleks yang cukup stabil dengan ion logam. Indikator jenis ini disebut indikator metalokromik. Kompleks logam-indikator harus memberikan warna yang berbeda dengan indikator sebelum terkomplekskan guna memudahkan untuk mendeteksi titik akhir titrasi. Selain itu, konstanta pembentukan kompleks logam-indikator juga harus lebih rendah daripada konstanta pembentukan logam dan ligan utamanya.
EDTA (ethylene diamine tetraacetic) merupakan suatu kompleks kelat yang larut ketika ditambahkan kedalam suatu larutan yang mengandung kation logam tertntu seprti Ca2+ dan Mg2+, dimana akan membentuk kompleks dengan logam-logam tersebut. Ketika ditambahkan suatu indikator EBT (Eriochrome Black T) kedalam larutan yang mengandung kompleks tersebut maka akan menghasilkan perubahan warna pada pH tertentu, sehingga dengan prinsip ini nilai kesadahan dapat dianalisa. EBT merupakan asam lemah tidak stabil dalam air karena senyawa organik ini merupakan gugus sulfonat yang mudah terdisosiasi sempurna dalam air dan mempunyai dua gugus fenol yang terdisosiasi lambat dalam air.
Baca Juga : Indikator dan Titrasi menggunakan dua indikator
Reaksi antara EDTA dengan ion logam berlangsung dalam satu tahapan dengan pembentukan ion kompleks yang memiliki perbandingan 1:1. Adapun prosedur yang dapat digunakan dalam titrasi dengan EDTA yaitu titrasi langsung. Dalam titrasi langsung ini, larutan EDTA dapat digunakan untuk titrasi langsung dengan ion logam serta larutan EDTA ini dapat digunakan untuk beberapa jenis kation. Untuk mencegah pengendapan dari hidroksida logam perlu adanya penambahan bahan pengompleks seperti halnya sitrat dan tartrat. Selain itu juga dapat ditambahkan dengan larutan penyangga NH₃-NH₄Cl yang memiliki pH berkisar 9-10 untuk logam yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan amonia. Indikator yang dapat dipergunakan yaitu indikator EBT (Eriochrome Black T) untuk titrasi dengan ion Mg, Zn, Ca, dan Cd dan indikator murexide untuk titrasi dengan ion logam Co, Cu, dan Ni. Titrasi yang menggunakan larutan EDTA biasanya yaitu titrasi untuk menentukan kesadahan air. Air sadah mengandung ion kalsium dan magnesium. Ion dari magnesium ini dapat membentuk senyawa yang kompleks yang lebih kuat dengan indikator EBT dibandingkan dengan ion kalsium. Oleh sebab itu, warna dari kompleks magnesium lebih mudah untuk diamati. Titrasi ini sebaiknya dilakukan dalam kisaran pH 10 dengan menggunakan larutan buffer.
Suatu ligan monodentat merupakan ligan dengan sebuah pasangan elektron yang disalurkan pada golongan ligan lainnya. Dengan cara membedakan jumlah pasangan elektron bebas yang dimilikinya dan akan disalurkan ke golongan penerima yang dapat dibedakan adanya ligan bidentat, tridentat, dan seterusnya yang termasuk dalam golongan ligan polidentat. Senyawa kompleks dengan bilangan koordinasi enam seperti senyawa kompleks dari kation Co (III) dibentuk dari koordinasi dengan molekul EDTA (bidentat). Tiap molekul dari senyawa EDTA berikatan dengan ion logam melalui pasangan elektron bebas dari dua atom nitrogen molekul tersebut. Dalam proses ini menghasilkan tiga cincin dengan masing-masing memiliki lima ion logam pusat. Proses pembentukan cincin ini disebut dengan chelation dan ligan yang bertindak sebagai pembentukan disebut dengan pengkelat.
Kemampuan
logam membentuk senyawa kompleks ini telah digambarkan dengan klasifikasi Schwarzenbach. Pengkatagorian ini
didasarkan pada penggolongan logam ke dalam larutan asam Lewis kelas A dan
kelas B. Kelompok ion logam dari kelas A dapat dibedakan berdasarkan urutan
afinitas di dalam air (logam)
terhadap ion halogen F- >>
Cl- >
Br- > I-
serta pembentukan senyawa kompleks yang stabil dengan anggota pertama yaitu
tiap golongan atom donor dalam tabel periodik (N, O, dan F). Sedangkan
kelompok pada ion kelas B bereaksi dengan l-
dari F- dalam larutan yang berair dan membentuk
senyawa kompleks yang paling stabil dengan atom donor dua dari tiap golongan (P, S, dan Cl). Klasifikasi dari
Schwarzenbach membuat kategori ion logam akseptor :
a. Kation
yang memiliki konfigurasi gas mulia. Logam alkali, alkali tanah dan aluminium
termasuk golongan ini dan masuk kategori sifat akseptor kelas A.
b. Kelompok kelas B yaitu kation-kation yang memiliki subkulit d yang terisi penuh. Kation kation dalam golongan ini yaitu Cu(l), Ag(l) dan Au(l). Kation tersebut memiliki karakter polarisasi yang kuat yang dapat mebentuk senyawa kompleks dengan karakter kovalen yang cukup kuat. Kompleks yang terbentuk dari kation tersebut semakin stabil bila konfigurasi elektron semakin mirip gas mulia dan semakin kurang elektronegatif atom donor ligan.
c. Ion logam transisi dengan subkulit d yang kurang lengkap terisi elektron
Sabtu, 01 Januari 2022
Indikator dan Titrasi menggunakan dua indikator
Indikator
Pada
analisis titrimetri atau volumetrik untuk mengetahui saat reaksi sempurna dapat
dipergunakan suatu zat yang disebut indikator. Indikator umumnya adalah senyawa
yang berwarna, dimana senyawa tersebut akan berubah warnanya dengan adanya
perubahan pH. Indikator dapat menanggapi munculnya kelebihan titran dengan
adanya perubahan warna .
Indikator berubah warna karena sistem kromofornya diubah oleh reaksi asam basa.
Indikator asam basa merupakan asam organik lemah dan basa organik lemah yang
mempunyai dua warna dalam pH larutan yang berbeda. Pada titrasi asam dengan
basa, maka indikator yang digunakan
adalah asam kedua yang merupakan asam yang lebih lemah dan konsentrasi
indikator berada pada tingkat kecil. Pada titrasi asam dengan basa, indikator
(asam lemah) akan bereaksi dengan basa sebagai penitrasi setelah semua asam
dititrasi (bereaksi) dengan basa sebagai penitrasi .
Metil jingga merupakan senyawa yang berbentuk kristal
berwarna kuning kemerahan, lebih larut dalam air panas dan larut dalam alkohol.
Metil jingga sering digunakan sebagai indikator dalam titrasi asam basa. Metil jingga mempunyai trayek pH 3,1-4,4 dan pada pKa 3,
berwarna merah dalam keadaan asam dan berwarna kuning dalam keadaan basa. Metil
jingga digunakan untuk mentitrasi asam mineral dan basa kuat. Menentukan alkalinitas dan air tetapi tidak dapat
digunakan untuk asam organik. Metil jingga merupakan asam
berbasa satu, netral secara kelistrikan, tetapi mempunyai muatan
positif maupun negatif .
Perbedaan antara titik akhir titrasi dan titik akhir ekivalen disebut sebagai kesalahan titik akhir adalah kesalahan acak yang berbeda untuk setiap sistem. Kesalahan ini bersifat aditif dan determinan nilainya dapat menghitung dengan menggunakan metode potesiometri dan kondutometri, kesalahan titik akhir ditekan sampai nol .
Baca Juga : Standar untuk Titrasi Permanganometri
Titrasi menggunakan dua indikator
Untuk beberapa aplikasi analisis diperlukan suatu
perubahan warna indikator yang tegas, tajam pada rentang pH tertentu yang
sempit. Penggunaan indikator asam atau basa cukup memberikan bias karena
rentang perubahan warna terjadi pada lebar dua satuan pH. Indikator-indikator
yang dipilih untuk dicampurkan adalah indikator yang memberikan tumpang tindih
warna membentuk warna komplementernya. Pemilihan keduanya ditentukan dengan
melihat harga pK' in yang saling berdekatan. Sebagai
contoh pemakaian indikator campuran adalah pada titrasi H3PO4
dengan suatu basa kuat atau NaHCO3 dengan suatu asam. Campuran bromocresol green (pK’ in = 5,1) dengan methyl
red (pK' in = 5) digunakan untuk
menghasilkan warna abu-abu, yang merupakan komplementer dari kedua warna
indikator tersebut, yang tajam teramati pada pH 5,1.
Prinsip
pencampuran indikator-indikator ini menjadi dasar adanya indikator universal.
Indikator ini tidak ditujukan untuk fungsi analisis kuantitatif melainkan hanya
sebagai petunjuk range pH suatu
larutan. Indikator ini merupakan campuran dari indikator methyl orange, bromothymol
blue, alizarin yellow G, dan phenolphthalein yang dilapiskan pada
suatu kertas.
Syarat dari indikator campuran adalah mencakup campuran indikator aktual serta campuran indikator dengan pewarna latar belakang konstan. Campuran semacam itu adalah metil merah-metilen biru.
Jumat, 31 Desember 2021
Titrasi Permanganometri
Titrasi Permanganometri
Permanganometri
merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium permanganat
(KMnO4). Metode titrasi ini didasarkan pada reaksi reduksi dan
oksidasi (redoks) antara KMnO4 dengan bahan tertentu yang bersifat
reduktor. Kalium permanganat merupakan oksidator kuat dalam larutan yang
bersifat asam. Biasanya digunakan pada medium asam 0,1 N. Asam sulfat merupakan
asam yang paling cocok digunakan sebagai pelarutnya karena jika digunakan asam
klorida maka kemungkinan sebagian permanganatnya digunakan untuk pembentukan
klorin seperti reaksi dibawah ini :
2 MnO4 - + 16 H+ + 10 Cl- ⇋ 2 Mn2+ + 5Cl2 + 8H2O
Kalium permanganat telah digunakan sebagai zat
pengoksidasi secara meluas, pereaksi ini mudah diperoleh, murah, dan tidak
memerlukan indikator kecuali bila digunakan larutan yang sangat encer. Setetes
permanganat 0,1 N memberikan warna merah muda yang jelas kepada volume larutan
dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menyatakan berlebihnya pereaksi
yang digunakan (titik akhir telah tercapai). Oleh karena itu, titrasi dengan
metode permanganometri tidak diperlukan larutan indikator karena kalium
permanganat sendiri berfungsi sebagai autoindikator.
Titrasi permanganometri harus dilakukan dalam larutan
yang bersifat asam kuat karena reaksi tersebut tidak terjadi bolak balik,
sedangkan potensial elektroda sangat tergantung pada pH1. Selama lebih dari satu abad,
kalium permanganat telah digunakan sebagai agen pengoksidasi yang penting dalam
reaksi redoks. Larutan baku yang digunakan adalah kalium permanganat (KMnO4)2.
Titrasi
Permanganometri Dalam suasana asam, reaksi paruh kalium permanganat adalah
sebagai berikut:
MnO4- +8 H+ + 5 e- ⇋ Mn2+ + 4 H2O
Potensial standar
reaksi paruh permanganat dalam larutan asam adalah sebesar (E0 =1,51
volt). Dengan demikian, kalium permanganat merupakan oksidator yang sangat
kuat. Berat ekivalen KMNO4 ialah seperlima dari BM (berat ekivalen=
1/5 BM), karena tiap mol kalium permanganat setara dengan 5 elektron, sehingga
valensinya 5.
Asam sulfat
merupakan asam yang paling cocok digunakan sebagai pelarutnya karena jika
digunakan asam klorida, kemungkinan akan terjadi reaksi seperti di bawah ini:
2
MnO4- + 16 H+ 10 CI- ⇋ 2 Mn2+ + 5 Cl2 + 8 H20
Reaksi ini berjalan
lambat dalam suasana asam, tetapi dalam suasana basa netral berjalan sangat
cepat. Karena aquades umumnya mengandung zat-zat organik yang dapat mereduksi,
sering terjadi peruraian sendiri dalam penyimpanan larutan kalium permanganat
menurut reaksi:
4 MnO4- +
2 H2O ⇋ 4 MnO4
+3 O2 + 4 OH-
Sebagaimana dijelaskan di atas, reaksi ini dikatalis oleh MnO2 padat.
Kalium permanganat jika
digunakan sebagai oksidator dalam larutan alkalis kuat, maka ada dua
kemungkinan bagian reaksi. Kemungkinan pertama ialah reaksi yang berjalan
relative cepat, dan reaksi kedua yang berlangsung lebih lambat:
MnO4-
+ e- ⇋ 4 MnO4 2-
MnO42-
+ 2 H2O + 2 e- ⇋ MnO2
+ 4 OH-
Potensial standar
reaksi yang pertama ialah E0 = 0,56 volt, sedangkan pada reaksi yang
kedua sebesar E0 = 1,60 volt. Dengan mengatur suasana sebaik-baiknya
(misalnya menambah ion barium yang dapat membentuk endapan barium manganat),
reaksi pertama dapat berjalan dengan baik.
Dalam Susana alkalis,
permanganate secara kuantitatif direduksi menjadi mangan dioksida menurut
reaksi berikut, dengan nilai potensial standar E0 = 0,59 volt.
MnO4-
+ 2 H2O + 3 e- ⇋ MnO2
+ 4 OH-
Untuk membuat
larutan baku kalium permanganat, harus dijaga faktor-faktor yang dapat menyebakan
penurunan konsentrasi larutan baku yang besar, antara lain dengan pemanasan dan
penyaringan untuk menghilangkan zat zat yang dioksidasi.
Larutan kalium
permanganat merupakan larutan yang berwarna. Ketika larutan ini digunakan untuk
titrasi larutan sampel yang tidak berwarna, tidak perlu digunakan indikator
karena 0,1 ml KMnO4 0,01 M dalam 100 ml larutan telah dapat dilihat
warna ungunya. Untuk memperjelas titik akhir, dapat ditambahkan indikator
redoks, seperti feroin atau asam N-fenil antranilat.
Permanganometri mengacu
pada penggunaan kalium permanganat sebagai titran dan indikator. Larutan kalium permanganat adalah zat
pengoksidasi kuat dengan warna ungu tua.
Selama titrasi, analit dioksidasi oleh kalium permanganat dan
permanganat direduksi, kehilangan warna ungunya. Pada titik akhir, tetes terakhir kalium
permanganat akan tetap berada dalam larutan dan tampak berwarna merah muda.
Kamis, 30 Desember 2021
Titrasi dan Larutan Standar
Titrasi dan Larutan Standar
Titrasi
Titrasi atau disebut juga volumetri merupakan metode
analisis kimia yang cepat, akurat dan sering digunakan untuk menentukan kadar
suatu unsur atau senyawa dalam larutan. Titrasi didasarkan pada suatu reaksi
yang digambarkan sebagai :
aA+ Bb → hasil reaksi
Dimana : A adalah penitrasi (titran), B senyawa yang dititrasi, a dan b jumlah mol dari A dan B.
Volumetri (titrasi) dilakukan dengan cara menambahkan (mereaksikan) sejumlah volume tertentu (biasanya dari buret) larutan standar (yang sudah diketahui konsentrasinya dengan pas) yang diperlukan untuk bereaksi secara sempura dengan larutan yang belum diketahui konsentrasinya. Untuk mengetahui bahwa reaksi berlangsung sempurna, maka digunakan larutan indikator yang ditambahkan ke dalam larutan yang dititrasi.
Baca Juga : Titrasi Iodometri
Larutan Standar
Larutan
standar disebut dengan titran. Jika volume larutan standar sudah diketahui dari
percobaan maka konsentrasi senyawa di dalam larutan yang belum diketahui dapat dihitung dengan persamaan berikut:
NB =(VA x NA) : VB
Dimana:
NB
= Konsentrasi larutan
yang belum diketahui konsentrasinya
VB
= Volume larutan yang belum diketahui konsentrasinya
NA
= Konsentrasi larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar)
VA
= Volume larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar) 1.
Dalam melakukan titrasi diperlukan beberapa
persyaratan yang harus diperhatikan, seperti:
a.
Reaksi
harus berlangsung secara stoikiometri dan tidak terjadi reaksi samping.
b.
Reaksi
harus berlangsung secara cepat.
c.
Reaksi
harus kuantitatif.
d. Pada
titik ekivalen, reaksi harus dapat diketahui titik akhirya dengan tajam (jelas
perubahannya).
e.
Harus
ada indikator, baik langsung atau tidak langsung.
Larutan baku primer berfungsi untuk membakukan atau
untuk memastikan konsentrasi larutan tertentu, yaitu larutan atau pereaksi yang
kecepatan/kepastian konsentrasinya sukar diperoleh melalui pembuatannya secara
langsung. Larutan yang sukar dibuat secara kuantitatif ini selanjutnya dapat
berfungsi sebagai larutan baku (disebabkan larutan baku sekunder) setelah
dibakukan jika larutan tersebut bersifat stabil sehingga dapat digunakan untuk
menetapkan konsentrasi larutan lain atau kadar suatu cuplikan .
Larutan baku primer harus dibuat
seteliti dan setepat mungkin (secara kuantitatif). Zat yang dapat digunakan
sebagai zat baku primer harus memenuhi persyaratan seperti berikut:
a.
Kemurniannya
tinggi (pengotornya tidak melebihi 0,02%).
b. Stabil
(tidak menyerap H, O, dan
CO; tidak bereaksi dengan udara, tidak mudah menguap; tidak terurai; mudah dan
tidak berubah pada saat pengeringan). Zat yang stabil berarti memiliki rumus
kimia yang pas dan akan memudahkan penimbangan.
c.
Memiliki
bobot molekul (BM ; M) atau bobot ekuivalen (BE) tinggi, dan
d.
Larutannya
bersifat stabil.
Dalam
hal tingkat kemurnian, reagen yang digunakan untuk analisis kuantitatif harus
mempunyai spesifikasi reagen-analar (AR) .
Selain syarat-syarat tersebut harus dipenuhi,
kesalahan-kesalahan selama proses pembuatan seperti pengeringan, pengukuran
(penimbangan), dan perindahan zat juga harus dihindarkan kecuali karena
kesalahan alat. Dengan demikian, larutan yang diperoleh akan terukur secara
teliti dan tepat, dan melalui pengemasan/penyimpanan yang baik akan bertahan lama .
Suatu zat yang memenuhi syarat-syarat di atas (syarat
a s.d. syarat e) dapat dilarutkan, dan langsung menghasikan larutan baku
(molaritas/normalitasnya dapat dipastikan melalui perhitungan sampai desimal
ke-4) disebut larutan baku primer .
Di samping larutan baku primer, dikenal juga larutan
baku sekunder. Larutan ini kebakuannya (kepastian molaritasnya) ditetapkan
langsung terhadap larutan baku primer. Jika suatu larutan baku sekunder
bersifat stabil dan dikemas/disimpan dengan benar, larutan ini dapat berfungsi sebagai larutan baku dan langsung dapat digunakan
tanpa harus dibakukan lagi . Larutan standar sekunder adalah
larutan standar yang bila akan digunakan untuk standarisasi harus
distandarisasi lebih dahulu dengan larutan standar primer.
Beberapa contoh larutan standar sekunder yang harus
distandarkan terhadap larutan standar primer diantaranya adalah: larutan asam
klorida, natrium hidroksida, kalium hidroksida, barium hidroksida, kalium
permanganat, amonium tiosianat, kalium tiosianat, dan
natrium tiosulfat. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang bersifat rutin, sebagai
penitrasi sampel asam biasanya dipakai larutan NaOH yang merupakan larutan
standar sekunder, sedangkan untuk menitrasi larutan sampel basa digunakan
larutan HCl yang juga adalah larutan sekunder. Larutan-larutan NaOH dan HCl
disebut sebagai “larutan kerja” (working
solution) yang harus dibakukan (distandarisasi) oleh larutan-larutan
standar primernya masing-masing.
Berdasarkan jenis reaksinya, maka titrasi
dikelompokkan menjadi empat macam titrasi yaitu :
a.
Titrasi
asam basa;
b.
Titrasi
pengendapan;
c.
Titrasi
kompleksometri;
d.
Titrasi
oksidasi reduksi .