Belajar tentang Kimia; Fisika; dan Matematika, serta maka pelajaran lainnya di tingkat SD; SMP; dan SMA

  • Selamat Datang di Cromulla

    Belajar tentang Kimia; Fisika; dan Matematika, serta maka pelajaran lainnya di tingkat SD; SMP; dan SMA.

Senin, 10 Januari 2022

Senyewa Kompleks dan Titrasi Kompleksometri

Senyewa Kompleks dan Titrasi Kompleksometri


Senyewa Kompleks dan Titrasi Kompleksometri


Pengertian Senyawa Kompleks

Senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk dari ion logam yang berikatan dengan ligan secara kovalen koordinasi. Ikatan kovalen koordinasi adalah ikatan kovalen dimana ligan memberikan sepasang elektronnya kepada ion logam untuk berikatan. Kestabilan senyawa kompleks dipengaruhi oleh faktor ligan dan atom pusat. Faktor yang mempengaruhi kestabilan kompleks berdasarkan pengaruh atom pusat antara lain besar dan muatan dari ion, nilai CFSE dan faktor distribusi muatan. Ligan adalah spesies yang memiliki atom (atom-atom yang dapat menyumbangkan sepasang elektron pada ion logam pusat pada tempat tertentu dalam lengkung koordinasi. Sehingga, ligan merupakan basa lewis dan ion logam adalah asam lewis. Jika ligan hanya dapat menyumbangkan sepasang elektron disebut ligan monoidentat atau anion monoatomik.


Titrasi Kompleksometri

Titrasi kompleksometri melibatkan reaksi pembentukan senyawa/ion kompleks antara titran dan analit. Titrasi kompleksometri semakin berkembang dengan penggunaan ligan-ligan multidentat, salah satunya adalah asam etilendiamintetraasetat yang biasa disingkat EDTA (Ethylendiamintetraacetic acid). EDTA adalah suatu asam amino karboksilat yang merupakan asam lewis. EDTA dapat menyediakan enam pasangan elektron untuk berikatan, yaitu empat pasang dari gugus karboksilat dan dua pasang dari gugus amino. Indikator yang digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah zat warna organik yang dapat membentuk kompleks yang cukup stabil dengan ion logam. Indikator jenis ini disebut indikator metalokromik. Kompleks logam-indikator harus memberikan warna yang berbeda dengan indikator sebelum terkomplekskan guna memudahkan untuk mendeteksi titik akhir titrasi. Selain itu, konstanta pembentukan kompleks logam-indikator juga harus lebih rendah daripada konstanta pembentukan logam dan ligan utamanya. 

EDTA (ethylene diamine tetraacetic) merupakan suatu kompleks kelat yang larut ketika ditambahkan kedalam suatu larutan yang mengandung kation logam tertntu seprti Ca2+ dan Mg2+, dimana akan membentuk kompleks dengan logam-logam tersebut. Ketika ditambahkan suatu indikator EBT (Eriochrome Black T) kedalam larutan yang mengandung kompleks tersebut maka akan menghasilkan perubahan warna pada pH tertentu, sehingga dengan prinsip ini nilai kesadahan dapat dianalisa. EBT merupakan asam lemah tidak stabil dalam air karena senyawa organik ini merupakan gugus sulfonat yang mudah terdisosiasi sempurna dalam air dan mempunyai dua gugus fenol yang terdisosiasi lambat dalam air.


Baca Juga : Indikator dan Titrasi menggunakan dua indikator


Reaksi antara EDTA dengan ion logam berlangsung dalam satu tahapan dengan pembentukan ion kompleks yang memiliki perbandingan 1:1. Adapun prosedur yang dapat digunakan dalam titrasi dengan EDTA yaitu titrasi langsung. Dalam titrasi langsung ini, larutan EDTA dapat digunakan untuk titrasi langsung dengan ion logam serta larutan EDTA ini dapat digunakan untuk beberapa jenis kation. Untuk mencegah pengendapan dari hidroksida logam perlu adanya penambahan bahan pengompleks seperti halnya sitrat dan tartrat. Selain itu juga dapat ditambahkan dengan larutan penyangga NH-NHCl yang memiliki pH berkisar 9-10 untuk logam yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan amonia. Indikator yang dapat dipergunakan yaitu indikator EBT (Eriochrome Black T) untuk titrasi dengan ion Mg, Zn, Ca, dan Cd dan indikator murexide untuk titrasi dengan ion logam Co, Cu, dan Ni. Titrasi yang menggunakan larutan EDTA biasanya yaitu titrasi untuk menentukan kesadahan air. Air sadah mengandung ion kalsium dan magnesium. Ion dari magnesium ini dapat membentuk senyawa yang kompleks yang lebih kuat dengan indikator EBT dibandingkan dengan ion kalsium. Oleh sebab itu, warna dari kompleks magnesium lebih mudah untuk diamati. Titrasi ini sebaiknya dilakukan dalam kisaran pH 10 dengan menggunakan larutan buffer.

Suatu ligan monodentat merupakan ligan dengan sebuah pasangan elektron yang disalurkan pada golongan ligan lainnya. Dengan cara membedakan jumlah pasangan elektron bebas yang dimilikinya dan akan disalurkan ke golongan penerima yang dapat dibedakan adanya ligan bidentat, tridentat, dan seterusnya yang termasuk dalam golongan ligan polidentat. Senyawa kompleks dengan bilangan koordinasi enam seperti senyawa kompleks dari kation Co (III) dibentuk dari koordinasi dengan molekul EDTA (bidentat). Tiap molekul dari senyawa EDTA berikatan dengan ion logam melalui pasangan elektron bebas dari dua atom nitrogen molekul tersebut. Dalam proses ini menghasilkan tiga cincin dengan masing-masing memiliki lima ion logam pusat. Proses pembentukan cincin ini disebut dengan chelation dan ligan yang bertindak sebagai pembentukan disebut dengan pengkelat.

Kemampuan logam membentuk senyawa kompleks ini telah digambarkan dengan klasifikasi Schwarzenbach. Pengkatagorian ini didasarkan pada penggolongan logam ke dalam larutan asam Lewis kelas A dan kelas B. Kelompok ion logam dari kelas A dapat dibedakan berdasarkan urutan afinitas di dalam air (logam) terhadap ion halogen F- >> Cl- > Br- > I- serta pembentukan senyawa kompleks yang stabil dengan anggota pertama yaitu tiap golongan atom donor dalam tabel periodik (N, O, dan F). Sedangkan kelompok pada ion kelas B bereaksi dengan l- dari F- dalam larutan yang berair dan membentuk senyawa kompleks yang paling stabil dengan atom donor dua dari tiap golongan (P, S, dan Cl). Klasifikasi dari Schwarzenbach membuat kategori ion logam akseptor :

a. Kation yang memiliki konfigurasi gas mulia. Logam alkali, alkali tanah dan aluminium termasuk golongan ini dan masuk kategori sifat akseptor kelas A.

b.  Kelompok kelas B yaitu kation-kation yang memiliki subkulit d yang terisi penuh. Kation kation dalam golongan ini yaitu Cu(l), Ag(l) dan Au(l). Kation tersebut memiliki karakter polarisasi yang kuat yang dapat mebentuk senyawa kompleks dengan karakter kovalen yang cukup kuat. Kompleks yang terbentuk dari kation tersebut semakin stabil bila konfigurasi elektron semakin mirip gas mulia dan semakin kurang elektronegatif atom donor ligan.

c.  Ion logam transisi dengan subkulit d yang kurang lengkap terisi elektron

Share:

Sabtu, 01 Januari 2022

Indikator dan Titrasi menggunakan dua indikator


Titrasi dua indikator

Indikator

Pada analisis titrimetri atau volumetrik untuk mengetahui saat reaksi sempurna dapat dipergunakan suatu zat yang disebut indikator. Indikator umumnya adalah senyawa yang berwarna, dimana senyawa tersebut akan berubah warnanya dengan adanya perubahan pH. Indikator dapat menanggapi munculnya kelebihan titran dengan adanya perubahan warna .

Indikator berubah warna karena sistem kromofornya diubah oleh reaksi asam basa. Indikator asam basa merupakan asam organik lemah dan basa organik lemah yang mempunyai dua warna dalam pH larutan yang berbeda. Pada titrasi asam dengan basa, maka indikator yang digunakan adalah asam kedua yang merupakan asam yang lebih lemah dan konsentrasi indikator berada pada tingkat kecil. Pada titrasi asam dengan basa, indikator (asam lemah) akan bereaksi dengan basa sebagai penitrasi setelah semua asam dititrasi (bereaksi) dengan basa sebagai penitrasi .

Metil jingga merupakan senyawa yang berbentuk kristal berwarna kuning kemerahan, lebih larut dalam air panas dan larut dalam alkohol. Metil jingga sering digunakan sebagai indikator dalam titrasi asam basa. Metil jingga mempunyai trayek pH 3,1-4,4 dan pada pKa 3, berwarna merah dalam keadaan asam dan berwarna kuning dalam keadaan basa. Metil jingga digunakan untuk mentitrasi asam mineral dan basa kuat. Menentukan alkalinitas dan air tetapi tidak dapat digunakan untuk asam organik. Metil jingga merupakan asam berbasa satu, netral secara kelistrikan, tetapi mempunyai muatan positif maupun negatif .

Perbedaan antara titik akhir titrasi dan titik akhir ekivalen disebut sebagai kesalahan titik akhir adalah kesalahan acak yang berbeda untuk setiap sistem. Kesalahan ini bersifat aditif dan determinan nilainya dapat menghitung dengan menggunakan metode potesiometri dan kondutometri, kesalahan titik akhir ditekan sampai nol .


Baca Juga :  Standar untuk Titrasi Permanganometri


Titrasi menggunakan dua indikator

Untuk beberapa aplikasi analisis diperlukan suatu perubahan warna indikator yang tegas, tajam pada rentang pH tertentu yang sempit. Penggunaan indikator asam atau basa cukup memberikan bias karena rentang perubahan warna terjadi pada lebar dua satuan pH. Indikator-indikator yang dipilih untuk dicampurkan adalah indikator yang memberikan tumpang tindih warna membentuk warna komplementernya. Pemilihan keduanya ditentukan dengan melihat harga pK' in yang saling berdekatan. Sebagai contoh pemakaian indikator campuran adalah pada titrasi H3PO4 dengan suatu basa kuat atau NaHCO3 dengan suatu asam. Campuran bromocresol green (pK’ in = 5,1) dengan methyl red (pK' in = 5) digunakan untuk menghasilkan warna abu-abu, yang merupakan komplementer dari kedua warna indikator tersebut, yang tajam teramati pada pH 5,1.

Prinsip pencampuran indikator-indikator ini menjadi dasar adanya indikator universal. Indikator ini tidak ditujukan untuk fungsi analisis kuantitatif melainkan hanya sebagai petunjuk range pH suatu larutan. Indikator ini merupakan campuran dari indikator methyl orange, bromothymol blue, alizarin yellow G, dan phenolphthalein yang dilapiskan pada suatu kertas.

Syarat dari indikator campuran adalah mencakup campuran indikator aktual serta campuran indikator dengan pewarna latar belakang konstan. Campuran semacam itu adalah metil merah-metilen biru.

Share:

Jumat, 31 Desember 2021

Titrasi Permanganometri

 Titrasi Permanganometri

Titrasi Permanganometri



Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium permanganat (KMnO4). Metode titrasi ini didasarkan pada reaksi reduksi dan oksidasi (redoks) antara KMnO4 dengan bahan tertentu yang bersifat reduktor. Kalium permanganat merupakan oksidator kuat dalam larutan yang bersifat asam. Biasanya digunakan pada medium asam 0,1 N. Asam sulfat merupakan asam yang paling cocok digunakan sebagai pelarutnya karena jika digunakan asam klorida maka kemungkinan sebagian permanganatnya digunakan untuk pembentukan klorin seperti reaksi dibawah ini :

2 MnO4 - + 16 H+ + 10 Cl- 2 Mn2+ + 5Cl2 + 8H2O                            

Kalium permanganat telah digunakan sebagai zat pengoksidasi secara meluas, pereaksi ini mudah diperoleh, murah, dan tidak memerlukan indikator kecuali bila digunakan larutan yang sangat encer. Setetes permanganat 0,1 N memberikan warna merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menyatakan berlebihnya pereaksi yang digunakan (titik akhir telah tercapai). Oleh karena itu, titrasi dengan metode permanganometri tidak diperlukan larutan indikator karena kalium permanganat sendiri berfungsi sebagai autoindikator.



Titrasi permanganometri harus dilakukan dalam larutan yang bersifat asam kuat karena reaksi tersebut tidak terjadi bolak balik, sedangkan potensial elektroda sangat tergantung pada pH1. Selama lebih dari satu abad, kalium permanganat telah digunakan sebagai agen pengoksidasi yang penting dalam reaksi redoks. Larutan baku yang digunakan adalah kalium permanganat (KMnO4)2.

Titrasi Permanganometri Dalam suasana asam, reaksi paruh kalium permanganat adalah sebagai berikut:

MnO4- +8 H+ + 5 e-    Mn2+ + 4 H2O                                       

Potensial standar reaksi paruh permanganat dalam larutan asam adalah sebesar (E0 =1,51 volt). Dengan demikian, kalium permanganat merupakan oksidator yang sangat kuat. Berat ekivalen KMNO4 ialah seperlima dari BM (berat ekivalen= 1/5 BM), karena tiap mol kalium permanganat setara dengan 5 elektron, sehingga valensinya 5.

Asam sulfat merupakan asam yang paling cocok digunakan sebagai pelarutnya karena jika digunakan asam klorida, kemungkinan akan terjadi reaksi seperti di bawah ini:

2 MnO4- + 16 H+ 10 CI-     2 Mn2+  + 5 Cl2 + 8 H20                          

Reaksi ini berjalan lambat dalam suasana asam, tetapi dalam suasana basa netral berjalan sangat cepat. Karena aquades umumnya mengandung zat-zat organik yang dapat mereduksi, sering terjadi peruraian sendiri dalam penyimpanan larutan kalium permanganat menurut reaksi:

                                        4 MnO4- + 2 H2O    4 MnO4 +3 O2 + 4 OH-                                      

Sebagaimana dijelaskan di atas, reaksi ini dikatalis oleh MnO2 padat. 

Kalium permanganat jika digunakan sebagai oksidator dalam larutan alkalis kuat, maka ada dua kemungkinan bagian reaksi. Kemungkinan pertama ialah reaksi yang berjalan relative cepat, dan reaksi kedua yang berlangsung lebih lambat:

                                                         MnO4- + e-    4 MnO4 2-                                                            

                                        MnO42- + 2 H2O + 2 e-    MnO2 + 4 OH-                                               

Potensial standar reaksi yang pertama ialah E0 = 0,56 volt, sedangkan pada reaksi yang kedua sebesar E0 = 1,60 volt. Dengan mengatur suasana sebaik-baiknya (misalnya menambah ion barium yang dapat membentuk endapan barium manganat), reaksi pertama dapat berjalan dengan baik.

Dalam Susana alkalis, permanganate secara kuantitatif direduksi menjadi mangan dioksida menurut reaksi berikut, dengan nilai potensial standar E0 = 0,59 volt.

                                        MnO4- + 2 H2O + 3 e-    MnO2 + 4 OH-                              

Untuk membuat larutan baku kalium permanganat, harus dijaga faktor-faktor yang dapat menyebakan penurunan konsentrasi larutan baku yang besar, antara lain dengan pemanasan dan penyaringan untuk menghilangkan zat zat yang dioksidasi.

Larutan kalium permanganat merupakan larutan yang berwarna. Ketika larutan ini digunakan untuk titrasi larutan sampel yang tidak berwarna, tidak perlu digunakan indikator karena 0,1 ml KMnO4 0,01 M dalam 100 ml larutan telah dapat dilihat warna ungunya. Untuk memperjelas titik akhir, dapat ditambahkan indikator redoks, seperti feroin atau asam N-fenil antranilat.

Permanganometri mengacu pada penggunaan kalium permanganat sebagai titran dan indikator.  Larutan kalium permanganat adalah zat pengoksidasi kuat dengan warna ungu tua.  Selama titrasi, analit dioksidasi oleh kalium permanganat dan permanganat direduksi, kehilangan warna ungunya.  Pada titik akhir, tetes terakhir kalium permanganat akan tetap berada dalam larutan dan tampak berwarna merah muda.

Share:

Kamis, 30 Desember 2021

Titrasi dan Larutan Standar

Titrasi dan Larutan Standar

Titrasi dan Larutan Standar



Titrasi

Titrasi atau disebut juga volumetri merupakan metode analisis kimia yang cepat, akurat dan sering digunakan untuk menentukan kadar suatu unsur atau senyawa dalam larutan. Titrasi didasarkan pada suatu reaksi yang digambarkan sebagai :

aA+ Bb → hasil reaksi

Dimana : A adalah penitrasi (titran), B senyawa yang dititrasi, a dan b jumlah mol dari A dan B.

    Volumetri (titrasi) dilakukan dengan cara menambahkan (mereaksikan) sejumlah volume tertentu (biasanya dari buret) larutan standar (yang sudah diketahui konsentrasinya dengan pas) yang diperlukan untuk bereaksi secara sempura dengan larutan yang belum diketahui konsentrasinya. Untuk mengetahui bahwa reaksi berlangsung sempurna, maka digunakan larutan indikator yang ditambahkan ke dalam larutan yang dititrasi. 


Baca Juga : Titrasi Iodometri


Larutan Standar

Larutan standar disebut dengan titran. Jika volume larutan standar sudah diketahui dari percobaan maka konsentrasi senyawa di dalam larutan yang belum diketahui dapat dihitung dengan persamaan berikut:

NB  =(VA x NA) : VB

Dimana:

NB = Konsentrasi larutan yang belum diketahui konsentrasinya

VB = Volume larutan yang belum diketahui konsentrasinya

NA = Konsentrasi larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar)

VA = Volume larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar) 1.

Dalam melakukan titrasi diperlukan beberapa persyaratan yang harus diperhatikan, seperti:

a.             Reaksi harus berlangsung secara stoikiometri dan tidak terjadi reaksi samping.

b.             Reaksi harus berlangsung secara cepat.

c.              Reaksi harus kuantitatif.

d.    Pada titik ekivalen, reaksi harus dapat diketahui titik akhirya dengan tajam (jelas perubahannya).

e.             Harus ada indikator, baik langsung atau tidak langsung.

Larutan baku primer berfungsi untuk membakukan atau untuk memastikan konsentrasi larutan tertentu, yaitu larutan atau pereaksi yang kecepatan/kepastian konsentrasinya sukar diperoleh melalui pembuatannya secara langsung. Larutan yang sukar dibuat secara kuantitatif ini selanjutnya dapat berfungsi sebagai larutan baku (disebabkan larutan baku sekunder) setelah dibakukan jika larutan tersebut bersifat stabil sehingga dapat digunakan untuk menetapkan konsentrasi larutan lain atau kadar suatu cuplikan .

            Larutan baku primer harus dibuat seteliti dan setepat mungkin (secara kuantitatif). Zat yang dapat digunakan sebagai zat baku primer harus memenuhi persyaratan seperti berikut:

a.             Kemurniannya tinggi (pengotornya tidak melebihi 0,02%).

b.    Stabil (tidak menyerap H, O, dan CO; tidak bereaksi dengan udara, tidak mudah menguap; tidak terurai; mudah dan tidak berubah pada saat pengeringan). Zat yang stabil berarti memiliki rumus kimia yang pas dan akan memudahkan penimbangan.

c.              Memiliki bobot molekul (BM ; M) atau bobot ekuivalen (BE) tinggi, dan

d.            Larutannya bersifat stabil.

Dalam hal tingkat kemurnian, reagen yang digunakan untuk analisis kuantitatif harus mempunyai spesifikasi reagen-analar (AR) .

Selain syarat-syarat tersebut harus dipenuhi, kesalahan-kesalahan selama proses pembuatan seperti pengeringan, pengukuran (penimbangan), dan perindahan zat juga harus dihindarkan kecuali karena kesalahan alat. Dengan demikian, larutan yang diperoleh akan terukur secara teliti dan tepat, dan melalui pengemasan/penyimpanan yang baik akan bertahan lama .

Suatu zat yang memenuhi syarat-syarat di atas (syarat a s.d. syarat e) dapat dilarutkan, dan langsung menghasikan larutan baku (molaritas/normalitasnya dapat dipastikan melalui perhitungan sampai desimal ke-4) disebut larutan baku primer .

Di samping larutan baku primer, dikenal juga larutan baku sekunder. Larutan ini kebakuannya (kepastian molaritasnya) ditetapkan langsung terhadap larutan baku primer. Jika suatu larutan baku sekunder bersifat stabil dan dikemas/disimpan dengan benar, larutan ini dapat berfungsi sebagai larutan baku dan langsung dapat digunakan tanpa harus dibakukan lagi . Larutan standar sekunder adalah larutan standar yang bila akan digunakan untuk standarisasi harus distandarisasi lebih dahulu dengan larutan standar primer.

Beberapa contoh larutan standar sekunder yang harus distandarkan terhadap larutan standar primer diantaranya adalah: larutan asam klorida, natrium hidroksida, kalium hidroksida, barium hidroksida, kalium permanganat, amonium tiosianat, kalium tiosianat, dan natrium tiosulfat. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang bersifat rutin, sebagai penitrasi sampel asam biasanya dipakai larutan NaOH yang merupakan larutan standar sekunder, sedangkan untuk menitrasi larutan sampel basa digunakan larutan HCl yang juga adalah larutan sekunder. Larutan-larutan NaOH dan HCl disebut sebagai “larutan kerja” (working solution) yang harus dibakukan (distandarisasi) oleh larutan-larutan standar primernya masing-masing.

Berdasarkan jenis reaksinya, maka titrasi dikelompokkan menjadi empat macam titrasi yaitu :

a.              Titrasi asam basa;

b.             Titrasi pengendapan;

c.              Titrasi kompleksometri;

d.             Titrasi oksidasi reduksi .

Share:

Rabu, 29 Desember 2021

Titrasi Iodometri

 Iodometri atau  (Titrasi tidak langsung)




Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yanglebih besar dari pada sistem yodium iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti hipoklorit NaOCl (dalam by clean). Pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebihan dan akan dihasilkan yodium yang terbentuk atau setara dengan jumlah oksidator kuat dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat. Banyak volume natrium tiosulfat yang digunakan sampel titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel. Dalam Iodometri terdapat juga model analisis iodometri untuk senyawa-senyawa yang bersifat reduktor lemah seperti glukosa. Pada model ini, glukosa ditambah dengan yodium dalam jumlah berlebihan dan tertentu atau kuantitatif dalam suasana basa, lalu didiamkan beberapa waktu kemudian segera diasamkan, dan sisa I2 yang tidak bereaksi dengan glukosa dititrasi dengan natrium tiosulfat perlu dicatat bahwa reaksi iodometri tidak pernah dilakukan dalam medium basa kuat. Hal ini didasarkan pada suatu fakta bahwa reaksi antara I2 dengan OH menghasilkan ion-ion Hippoiodida dan iodidat  sehingga ditunjukkan di bawah ini:


I2 + OH-  HI + IO-

3IO-   IO- + 2I-   

    Banyak agen pengoksidasi yang kuat dapat dianalisa dengan menambahkan kalium iodida berlebih dan menetralisasi iodin yang dibebaskan titik karena banyak agen pengoksidasi membutuhkan suatu larutan asam untuk bereaksi dengan iodin natrium tiosulfat biasanya diperlukan sebagai titran titik titrasi dengan arsenik 3 membutuhkan sebuah larutan yang sedikit alkalin.

Baca Juga : Grafimetri

1.        Natrium tiosulfat

Pada umumnya dibeli sebagai hidrat Na2S2O3.5H2O,dan larutan larutannya distandarisasi terhadap sebuah standar primer. Larutan larutan tersebut tidak stabil pada jangka waktu yang lama sehingga boraks atau Natrium karbonat sering seringkali ditambahkan sebagai bahan pengawet.

I2 + 2S2O32-  2I- + S4O62-

Iodin mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat

Reaksinya berjalan cepat, sampai selesai, tidak ada reaksi sampingan titik berat ekivalen dari Na2S2O3.5H2O adalah berat molekulnya, 248, 17, karena satu elektron per satu molekul hilang. Jika pH dari larutan atas adalah 9, tiosulfat teroksidasi secara parsial menjadi sulfat:

4I2 + 2S2O32- + 5H2O  8I- + 2SO42-  + 10H+

Dalam larutan yang netral atau sedikit alkalin, oksidasi menjadi sulfat tidak muncul terutama jika iodin dipergunakan sebagai titran. Banyak gen pengoksidasi kuat tiosulfat menjadi sulfat namun reaksinya tidak kuantitatif.

 

 

2.         Standarisasi larutan larutantiosulfat

Sejumlah substansi dapat dipergunakan sebagai standar standar primer untuk larutan larutan tiosulfat. Iodin murni adalah standar yang paling jelas namun jarang dipergunakan dikarenakan kesulitannya dalam penanganan dan penimbangan yang lebih sering dipergunakan adalah standar yang terbuat dari suatu agen pengoksidasi kuat yang akan membebaskan iodin dari iodida disebut proses iodometri.

3.         Kalium dikromat

Senyawa ini bisa didapatkan dengan tingkat kemurniaan yang tinggi titik senyawa ini mempunyai berat ekivalen yang cukup tinggi tidak higroskopis higroskopik, dan padat serta larutan larutannya amat stabil. Reaksi dengan iodida dilakukan di dalam sekitar 0,2 sampai 0,4 M asam dan selesai dalam 5 sampai 10 menit:

Cr2O72-  +6I- + 14H+  2Cr3+ + 3I2+ 7H2O

Berat ekivalen dari kalium dikromat adalah seperenam dari berat molekulnya, atau 49,03 g/eq. Pada konsentrasi konsentrasi asam yang lebih besar dari 0,4 M oksidasi udara dari kalium iodida cukup besar titik untuk memperbolehkan hasil terbaik. Seporsi kecil natrium bikarbonat atau es kering ditambahkan ke dalam labu titrasi. Karbondioksida yang dihasilkan akan menggeser tempat udara di mana setelah proses ini campurannya dibiarkan tinggal sampai reaksi selesai.

Share:

cromulla

Comments

3-comments

FOLLOW ME

LATEST

3-latest-65px

Search This Blog

Feel free to contact us at anytime about our courses and tutorials.

Nama

Email *

Pesan *

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

SEARCH

Popular

Labels

Blog Archive